A. Pilihan Kata
Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan.
Saat kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata – kata yang
kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara
salah menangkap maksud pembicaraan kita.
Dari buku yang saya baca (Gorys Keraf : DIKSI DAN GAYA BAHASA (2002),
hal. 24) dituliskan beberapa point – point penting tentang diksi, yaitu :
• Plilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang
harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk
pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan –
ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
• Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat
nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan
untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai
rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
• Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa
sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan
yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah
keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
B. KATA – KATA ILMIAH
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu saja sudah sangat sering
mendengar kata ilmiah. Kata ilmiah seringkali dihubungkan dengan bidang
pendidikan atau hal-hal yang berbau ilmu pengetahuan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, kata ilmiah
memiliki arti bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat
(kaidah) ilmu pengetahuan. Namun, pengertian dari kata ilmiah itu
sendiri tidak lantas menjelaskan keilmiahan dari sebuah karya atau
kegiatan yang bersifat ilmiah. Untuk mengukur keilmiahan suatu karya
atau kegiatan perlu ada tolok ukur.
C. PEMBENTUKAN ISTILAH DAN DEFINISI
Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambang
dan yang dengan cermat mengungkpakan makna konsep, proses, keadaan, atau
sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Syarat istilah yang baik :
¡ Paling tepat mengungkapkan konsep yang dimaksud,
¡ Paling singkat di antara pilihan yang ada,
¡ Bernilai rasa (konotasi) baik,
¡ Sedap di dengar (eufonik)
¡ Bentunya seturut kaidah bahasa Indonesia.
Yang perlu disoroti dalam bab ini adalah bahwa dalam membuat suatu
definisi atau batasan pengertian yang baik harus mendasarkan pada teknik
peraturan perundangundangan dan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Secara umum, definisi dibagi menjadi dua bagian, yaitu definisi nominal
(suatu persamaan kata yang tepat digunakan) dan definisi formal
(definisi logis atau riel).
Definisi nominal digunakan untuk halhal yang sifatnya praktis dengan
tujuan mempermudah pemahaman. Ada beberapa macam definisi nominal,
misalnya, sinonim atau persamaan makna, definisi kamus atau penunjukan
klas terhadap suatu benda atau barang, etimologi kata atau penggunaan
kata asing yang memerlukan penjelasan yang tepat dan persis dalam bahasa
Indonesia, stipulatif atau suatu batasan kata yang tidak ditafsirkan
lain (misalnya Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia),
dan antonim atau penyangkalan (misalnya orang mati adalah orang yang
tidak hidup).
Khusus untuk etimologi kata, kita harus mengartikan suatu kata asing
sesuai dengan asal kata asingnya. Pengertian “yurisdiksi” misalnya, yang
terdiri dari juris (jus) = hukum dan diksi (dicere) = berkata, dapat
diartikan orang tidak boleh bicara di sini melainkan di tempat lain,
yang mengandung maksud lingkup kuasa pengadilan, atau lingkungan hak dan
kewajiban serta tanggung jawab di suatu wilayah, atau lingkungan kerja
tertentu.
Definisi formal yang juga disebut sebagai definisi logis atau ilmiah
yang sebagian besar digunakan dalam membuat batasan atau pengertian
dalam peraturan perundangundangan, dalam pembuatannya perlu
memperhatikan syaratsyarat di bawah ini :
1) Ekuivalen
Definisi yang dibuat harus dapat diuji melalui konverbilitas atau dapat
dipertukarkan satu sama lain antara yang didefinisikan (definiendum) dan
yang mendefinisikan (definiens). A = B dan B = A. Jika A dan B dapat
dibuktikan sama dan dapat dipertukarkan, maka ini merupakan definisi
yang baik. Jika tidak dapat dipertukarkan, maka definisi tersebut hanya
merupakan pernyataan. Contoh : Nenas adalah buah yang rasanya asam. Jika
dibalik atau dipertukarkan, maka berbunyi: Buah yang rasanya asam
adalah nenas. Apakah secara logika definisi ini betul? Jika tidak, maka
contoh di atas hanya merupakan pernyataan.
2) Paralel
Dalam membuat suatu definisi, hindarkan adanya penggunaan katakata dalam
definiens, misalnya kata atau frasa: jika, apabila, kalau, jikalau, di
mana, untuk apa, kepada siapa, dll. karena definiens dapat mengandung
syarat atau pengandaian yang dapat menimbulkan ketidakpastian definisi,
yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kepastian hukum.
3) Pengulangan Kata Definiens
Hindari adanya pengulangan kata yang sama yang ada dalam definiendum.
Misalnya, Ilmu Hukum, kata “ilmu” dan “hukum” harus didefinisikan
sebagai “Pengetahuan mengenai normanorma yang mengatur tingkah laku yang
disusun berdasarkan sistimatika yang teratur”. Jadi bukan “Ilmu yang
mempelajari tentang hukum”
Definisi “sosiologi”, misalnya, kurang baik jika logi tidak
didefinisikan atau Definisi kadangkadang logi dipadankan dengan kata
“ilmu”. Jadi logi atau ilmu harus pula didefinisikan.
4) Negatif
Hindari adanya definiens yang negatif, dalam arti menggunakan kata
seperti: bukan, tidak, non, dslb., kecuali terhadap klasklas yang
mempunyai sifat dekotomi atau yang disangkal ciri deferensialnya dan
bukan anggotanya.
Kurang benar jika kita mengatakan bahwa “Manusia adalah bukan binatang”.
Bandingkan jika ada definisi yang menyatakan bahwa “Yatim Piatu adalah
seorang anak yang tidak mempunyai ayah dan ibu”. Contoh terakhir ini
salah satu pengecualian penyangkalan ciri deferensialnya dan hal ini
tidak bisa dihindari untuk tidak menggunakan kata negatif.
Sebagai pedoman yang terpenting dalam pembentukan definisi adalah bahwa
dalam mendefinisikan suatu kata yang akan dibatasi, hindari adanya
definisi yang berjejal atau definisi yang di dalamnya mengandung norma.
Contoh : Bus adalah kendaraan umum yang mempunyai paling sedikit enam
roda dan dalam kendaraan harus disediakan oleh karoseri atau pembuat
kendaraan bus sebanyak dua puluh empat tempat duduk, termasuk tempat
duduk pengemudi.
Kata “harus” yang ditujukan kepada karoseri di atas adalah suatu norma.
Jadi, jika ada suruhan kepada seseorang atau warga, maka suruhan
tersebut harus dituangkan dalam materi yang diatur, bukan di dalam
batasan pengertian atau definisi
D. KATA SERAPAN
Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah
diintegrasikan ke dalam suatu bahasa dan diterima pemakaiannya secara
umum.
Contoh kata serapan dalam bahasa Indonesia adalah:
• tetapi (dari bahasa Sansekerta tathâpi: namun itulah)
• mungkin (dari bahasa Arab mumkinun: ?)
• meski (dari bahasa Portugis mas que: walau)
Penyerapan kata dari bahasa Cina sampai sekarang masih terjadi di bidang
pariboga termasuk bahasa Jepang yang agaknya juga potensial menjadi
sumber penyerapan.
Di antara penutur bahasa Indonesia beranggapan bahwa bahasa Sanskerta
yang sudah ’mati’ itu merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik.
Alasan itulah yang menjadi pendorong penghidupan kembali bahasa
tersebut. Kata – kata Sanskerta sering diserap dari sumber yang tidak
langsung, yaitu Jawa Kuna. Sistem morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat
kepada bahasa Melayu. Kata – kata yang berasal dari bahasa
Sanskerta-Jawa Kuna misalnya acara, bahtera, cakrawala, darma, gapura,
jaksa, kerja, lambat, menteri, perkasa, sangsi, tatkala, dan wanita.
Bahasa Arab menjadi sumber serapan ungkapan, terutama dalam bidang agama
Islam. Kata rela (senang hati) dan korban (yang menderita akibat suatu
kejadian), misalnya, yang sudah disesuaikan lafalnya ke dalam bahasa
Melayu pada zamannya dan yang kemudian juga mengalami pergeseran makna,
masing-masing adalah kata yang seasal dengan rida (perkenan) dan kurban
(persembahan kepada Tuhan). Dua kata terakhir berkaitan dengan konsep
keagamaan. Ia umumnya dipelihara betul sehingga makna (kadang-kadang
juga bentuknya) cenderung tidak mengalami perubahan.
Sebelum Ch. A. van Ophuijsen menerbitkan sistem ejaan untuk bahasa
Melayu pada tahun 1910, cara menulis tidak menjadi pertimbangan
penyesuaiankata serapan . Umumnya kata serapan disesuaikan pada lafalnya
saja.
Meski kontak budaya dengan penutur bahasa – bahasa itu berkesan silih
berganti, proses penyerapan itu ada kalanya pada kurun waktu yang tmpang
tindih sehingga orang-orang dapat mengenali suatu kata serapan berasal
dari bahasa yang mereka kenal saja, misalnya pompa dan kapten sebagai
serapan dari bahasa Portugis, Belanda, atau Inggris. Kata alkohol yang
sebenar asalnya dari bahasa Arab, tetapi sebagian besar orang agaknya
mengenal kata itu berasal dari nahasa Belanda.
Kata serapan dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata Indonesia umumnya
terjadi pada zaman kemerdekaan Indonesia, namun ada juga kata – kata
Inggris yang sudah dikenal, diserap, dan disesuaikan pelafalannya ke
dalam bahasa Melayu sejak zaman Belanda yang pada saat Inggris berkoloni
di Indonesia antara masa kolonialisme Belanda. Kata –kata itu seperti
kalar, sepanar, dan wesket. Juga badminton, kiper, gol, bridge.
Sesudah Indonesia merdeka, pengaruh bahasa Belanda mula surut sehingga
kata – kata serapan yang sebetulnya berasal dari bahasa Belanda
sumbernya tidak disadari betul. Bahkan sampai dengan sekarang yang lebih
dikenal adalah bahasa Inggris.
E. HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI PILIHAN KATA
• Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna.
• Makna sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak
selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi
atas beberapa kelompok yaitu:
a. Makna Leksikal dan makna Gramatikal
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
c. Makna Denotatif dan Konotatif
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
e. Makna Kata dan Makna Istilah
f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
g. Makna Kias dan Lugas
• Relasi adalah hubungan makna yang menyangkut hal kesamaan makna
(sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan
ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi),
kelebihan makna (redundansi) dan sebagainya.
• Adapun relasi makna terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
a. Kesamaan Makna (Sinonim)
b. Kebalikan Makna (Antonim)
c. Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)
e. Kelebihan Makna (Redundansi)
Agar usaha mendayagunakan teknik penceritaan yang menarik lewat pilihan kata maka diksi yang baik harus:
- Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang ‘diamanatkan’
- Diperlukan kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna
sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
- Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya mungkin kalau penulis dan
pengarang menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang
dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan dan
mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jarring-jaring kalimat yang jelas
dan efektif.
Contoh Diksi dalam Iklan :
- Anda Pernah dengar ”Kalimat Sejuta Umat” ?
- ”Kalimat Sejuta Umat” juga berarti suatu trademark yang dikeluarkan
oleh suatu individu, yang pada akhirnya diikuti oleh individu atau
kelompok lain.
- ”Kalimat Sejuta Umat” tidak sama dengan kutipan atau Quote, meski adakalanya sejenis.
- ”Kalimat Sejuta Umat” ada karena wabah dan tren yang terjadi sehingga
dalam segelintir kasus, penyebarnya seringkali anonymous.
- Bahkan dapat dibilang bahwa kata-kata tersebut beredar dalam kelas
sosial tertentu dengan intensitas yang tinggi, bisa jadi karena tren
semusim, yang besok-besok mungkin sudah tersapu oleh waktu.
- Susunan kata-katapun seperti itu pun ada yang bertolak menjadi sebuah mainstream.
Fakta yang ada di sekitar lingkungan kita adalah :
“Aku suka kamu !
Aku Cinta banget sama kamu !
Mau nggak kamu jadi pacar aku ?!
Soal aku jatuh hati banget sama kamu !”
• Adalah kalimat yang sering dilontarkan oleh remaja-remaja yang sedang
mabuk kepayang. Biasanya diucapkan di berbagai reality show sejenis,
atau malah hanya ketika seorang Adam “menembak jatuh” seorang Hawa.
• Ah, ada kalanya juga kombinasi kalimat ini disertai dengan puisi atau 99 tangkai mawar.
“Aku mau bunuh diri aja !”
“Aku mau kabur dari rumah saja !”
• Kalau kalimat model ini sering diucapkan di sinetron-sinetron tak kala
seorang individu berusaha untuk memaksakan pendapatnya melalui cara
yang tidak berperikemanusiaan.
• Alasannya mungkin karena dunia atau Tuhan yang dianggap tidak adil,
atau hanya karena perlakuan orang lain tidak sesuai kepada dirinya, atau
karena memasang harga diri terlalu tinggi.
• Tapi akhir – akhir ini sering diterapkan oleh segelintir manusia di dunia nyata.
“Kami berada di jalan Allah ! Allahuakbar !“
• Merasa organisasi Anda berada dalam jalan yang paling nomor satu ? Gunakan ini.
• Kadang kala pas apabila formatnya sbb:
“[Nama aliran] itu sungguh berada dalam jalan yang sesat !!!”
(juga dimasukkan, demi menambah bumbu kerusakan)
“Hanya kami yang bisa begini“
• Sebenarnya mirip seperti penjual nama organisasi di atas, hanya saja yang dijualnya itu sebuah produk.
“*Sesuai dengan Ketentuan yang berlaku.”
“*Rules may Apply”
“*Syarat dan Ketentuan Berlaku”
• Adalah kalimat sakit mandraguna yang akan dipakai oleh orangorang ketika mereka sedang menggembar – gemborkan produk mereka.
“Hanya 1 Rupiah !!!!”
• diikuti tanda bintang mungkin adalah jurus yang diharapkan dapat membuat mangsa tertipu.
Parahnya lagi, Pemerintah pun ikut2an latah:
“Merokok dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi, dan Gangguan Kehamilan dan Janin“
• Ini adalah suatu kalimat yang tadinya diharapkan oleh pemerintah dapat
menanggulangi keberadaan perokok. Akan tetapi karena nilai cukai yang
ditawarkan produsen rokok mencapai 9 trilyun.
• Kata – kata ini terkesan kurang optimal.
“Dia kan orang miskin? Ga pantes buat kamu”
Berarti :
• Yang mengucapkan itu ”tidak suka orang kere ?!!!”
• Mitra bicara orang itu pun ”dipaksa” menerima asumsi pembicara bahwa ”tertuduh” adalah sosok ”begundal” atau ”gelandangan”
• Yang mengucapkan juga tidak akan merestui kalau anak atau saudaranya menikah dengan ”orang kere”
• Itulah sekilas makna di balik sebuah pilihan kata
“Kita ? Elo aja kalee’, gua sih enggak!”
(trus dilanjutkan dg siul-siul)
Maknanya:
• Jangan berharap bisa bergabung dengan lawan bicara seperti ini apalagi kalau dia sudah mengeluarkan statement di atas !
• Mungkin si pembicara adalah sosok yang gensinya gedhe buanget.
Kalau Cinta Laura sedang berkata:
“Udah ujhan, bechek, ga ada ojhek…”
• Maka diksi itu pun akan menjadi sebuah sensasi yang luar biasa.
Contoh lain :
• Dalam dunia Broadcasting, tidak ada seorangpun yang mampu dengan jelas
mendengar sebuah kalimat yang terdiri lebih dari 20 kata
• So, naskah siaran dan berita yang kita buat harus ringkas dan ramping – KISS (Keep It Short and Simple).
• Sebelum menulis kita memikirkan gagasan atau ide secara utuh.
Teknisnya, mulailah dengan membuat catatan ide, ketahui dan pahami
cerita dan peristiwanya, pikirkan, katakan dan tuliskan.
• Pada saat memikirkan ide tulisan, kita dpt membayangkan seperti akan
bercerita kepada seseorang yang kita kenal yang sedang berada di hadapan
kita. Sampaikanlah sesuatu yang akan kita ceritakan dan tuliskan persis
seperti kita bercerita.
Tips-tips :
• ”Ringkaslah kalimat yang akan disampaikan, jangan boros kata2”
Bukan: Menteri keuangan menyatakan akibat dari langkah tersebut ialah
akan meningkatnya kondisi keuangan sektor swasta dan memberikan
peningkatan terhadap kepercayaan bisnis dan masyarakat secara umum
Tetapi: Menteri keuangan mengatakan, langkah-langkah itu akan membantu keuangan sektor swasta
• ”Hindari pengulangan kata yang tidak perlu”
contoh: rencana yang akan datang, alasannya karena, ramai
berbondong-bondong, maju ke depan, mundur ke belakang, peristiwa lalu
yang telah dilewati dan sebagainya.
• ”Hindari penggunaan anak kalimat
Bahasa radio adalah bahasa tutur sehari-hari. Dalam berbicara, kita
jarang menggunakan anak kalimat. Jika menemukan anak kalimat, pecahlah
menjadi beberapa kalimat. Semakin sederhana struktur kalimat, akan
semakin baik”.
Bukan: Rumania yang gaungnya mulai tenggelam sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, siap mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
Tetapi: Sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, gaung Rumania seperti
tenggelam. Namun, Rumania tetap bertekad mengalahkan tim manapun di Euro
2008 ini.
• “Hindari mendahulukan kata kerja”
Bukan: Menuntut presiden SBY membubarkan Ahmadiyah, demonstran dalam gelombang besar berunjuk rasa di depan Istana Negara.
Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
• “Jangan menempatkan ‘kata kerja penting’ di akhir kalimat, karena
pembaca berita biasanya menurunkan suaranya di akhir kalimat. Jika hal
ini terjadi, makna kata kunci tadi akan hilang”.
Bukan: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut Ahmadiyah dibubarkan.
Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
Makna Leksikal dan makna Gramatikal
• Makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, sesuai
dengan hasil observasi alat indera atau makna yang sungguh-sungguh nyata
dalam kehidupan kita.
Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
• Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna-makna atau
nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa
Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yang
bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “‘ banyak buku.”
Makna Referensial dan Nonreferensial
• Makna referensial dan nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan
ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai
referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu
• Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen.
Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).
Makna Denotatif dan Konotatif
• Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem.
Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil dan ukuran badannya normal.
• Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna
denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang atau kelompok
orang yang menggunakan kata tersebut.
Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral,
artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping
bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang
mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.
Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
• Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun.
Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai”.
• Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada di
luar bahasa .
Contoh: Kata melati berasosiasi dengan suatu yang suci atau kesucian. Kata merah berasosiasi berani atau paham komunis.
Makna Kata dan Makna Istilah
• Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena
berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata
itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat.
Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi bisa juga hasil
perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di
gelas, di bak mandi atau air hujan.
• Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan
kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam
bidang kegiatan atau keilmuan tertentu.
Contoh: Kata tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang
hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu
perkara.
Makna Idiomatikal dan Peribahasa
• Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa
baik kata, frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari
makna leksikal, baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal
satuan-satuan tersebut.
Contoh: Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki
makna hal yang disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang
terbuat dari kayu.
• Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan.
Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa.
Makna Kias dan Lugas
• Makna kias adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya.
Contoh: Putri malam, bermakna bulan
Raja siang, bermakna matahari.
Kesamaan Makna (Sinonim)
• Sinonim adalah sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau
kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
Contoh:
Kata buruk dan jelek,
mati dan wafat,
bunga dan kembang
Kebalikan Makna (Antonim)
• Antonim adalah ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna atau ungkapan lain.
Contoh:
Kata bagus berantonim dengan kata buruk;
kata besar berantonim dengan kata kecil.
Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
• Polisemi adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu.
Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti
terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di
sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala
kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala,
kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain.
• Ambiguitas atau ketaksaan adalah sebagai kata yang bermakna ganda atau
mendua arti. Konsep ini tidak salah, tetapi kurang tepat sebab tidak
dapat dibedakan dengan polisemi.
Contoh: - Buku sejarah itu baru terbit
- Buku itu berisi sejarah zaman baru.
Ketercakupan Makna (Hiponimi)
• Hiponimi adalah sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat)
yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan.
Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.
Kelebihan Makna (Redundansi)
• Redundansi dapat diartikan sebagai ‘berlebih-lebihan dalam pemakaian unsur segmental pada suatu bentuk ujaran’.
Contoh : Bola di tendang si Udin, maknanya tidak akan berubah bila
dikatakan Bola ditendang oleh si Udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat
kedua dianggap sebagai suatu yang redundansi, yang berlebih- lebihan,
dan sebenarnya tidak per
Tidak ada komentar:
Posting Komentar